Tradisi PANTAUAN (Adat Pasemah) di Desa Lubuk Tabun, Kec. Tanjung Sakti Pumi, Kab.LAHAT

Penulis: Melanda Oktapiaani (E1D021028)

Pendahuluan

  Kearifan lokal adalah suatu ciri khas daerah atau tempat yang memiliki nilai estetik, kebudayaan, adat dan lainnya. Selain itu, suatu kearifan lokal ada  yang terkenal di kalangan masyarakat, namun juga banyak tidak terkenal, ini di karenakan banyaknya suku, adat dan kearifan lokal yang ada di Indonesia.

  Artikel ini menjelaskan mengenai kearifan lokal suatu daerah di Kabupaten LAHAT yang lebih tepatnya di  Desa Lubuk Tabun, Kec.Tanjung Sakti Pumi, Kab.LAHAT yang sukunya bernama Suku Pasemah. Kearifan lokal yang akan di bahas yaitu mengenai kegiatan acara adat PANTAUAN pada saat sesudah acara pernikahan.


Metode Penulisan

   Dalam penulisan artikel ini disusun dengan kata-kata penulis sendiri yang berdasarkan perkataan dan pendapat orang-orang yang ada di daerah yang bersuku pasemah. Penulis artikel ini juga langsung di buat berdasarkan fakta dan dokumentasi yang di lakukan langsung oleh penulis.


Pembahasan

  Adat pantauan merupakan salah satu tradisi warisan budaya yang sekarang sulit di tinggalkan dan tetap membudaya adalah budaya panntauan yang dilakukan oleh masyarakat saat tetangga dekat atau saudara dekat mereka ngagokah atau menikahkan anak atau keponakan. Tradisi pantauan ini  sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang dahulu dan hingga sekarang tradisi warisan budaya tersebut melekat bahkan menjadi ciri khas atas keramahtamahan penduduk asli di Kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Tradisi budaya pantauan hanya di miliki oleh Kecamatan Tanjung Sakti Pumi yang merupakan suku asli Besemah dan Pasemah, atau dikenal dengan Besemah Ulu Manna rurah ipangan yang maksudnya daerah atau wilayah yang dikelilingi oleh perbukitan yaitu Kecamatan Tanjung Sakti Pumi.

   Pantauan yaitu diperuntukan untuk bunting ( sepasang pengantin ) ditemani oleh bujang dan gadis, keluarga  besan dan tamu-tamu undangan yang akan menghadiri acara pernikahan. Pantauan Sebagai bentuk penghormatan dan turut berbahagia atas pernikahan anggota keluarga tersebut “keluarga dari pengantin”. Dalam tradisi pantauan, para tamu-tamu undangan yang akan datang ke acara pernikahan kedua mempelai, diajak terlebih dahulu singgah (mampir) untuk diajak menikmati hidangan yang telah di siapkan oleh tetangga atau keluarga dekat mempelai,yang letaknya tidak jauh dari rumah penyelenggara nikahan sebelum tiba ketempat tujuan. Pantauan dilakukan dari rumah yang satu kerumah yang lain, hingga sampai rumah terakhir yang sengaja telah menyiapkan jamuan,hingga waktu acara di rumah utama ( rumah mempelai ) di mulai.

  Menurut tokoh masyarakat, mengatakan bahwa dalam tradisi pantauan, tamu undangan harus mencicipi makanan yang telah di suguhkan sebagai bentuk penghargaan kepada yang mantau atau tuan rumah. Saat tamu undangan mencicipi jamuan, tuan rumah tidak boleh menemani tamu yang mencicipi hidangan karena dianggap bila ditemani tamu akan malu untuk mencicipi makanan yang di suguhkan, dan khawatir tamu beranggapan lain. Jadi tamu sengaja dibiarkan sendiri mencicipi jamuan yang ada sepuasnya tanpa harus malu-malu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takbir Keliling Malam Lebaran di Lempuing, Kota Bengkulu

Kegiatan Beradat Kaum Masyarakat Desa Pernyah Kabupaten Mukomuko