Tradisi Mandi Kasai Menjelang Pernikahan Daerah Lubuk Linggau

Penulis : A Aji Rizqi Agung Cahyadi (E1D021089)


Pendahuluan

Tradisi atau adat istiadat adalah bagian dari kekayaan budaya suatu daerah atau bangsa. Adat istiadat adalah bentuk budaya yang mewakili norma, nilai, tradisi, dan kebiasaan bersama dari suatu kelompok. Biasanya, adat istiadat digunakan untuk memandu sikap dan perilaku masyarakat tertentu. Di Indonesia ada beragam adat istiadat yang masih berlaku. Adat istiadat adalah bagian dari identitas yang melekat secara turun temurun.

Salah satu tradisi di Indonesia termasuk proses menikah dengan berbagai macam tradisi di berbagai daerah. Masyarakat nusantara memaknai siklus kehidupan seperti menikah, mengandung, melahirkan, dan meninggal sebagai suatu kejadian yang harus dilewati dengan berbagai upacara. Uniknya, setiap daerah di nusantara mempunyai upacara dan tradisi yang berbeda-beda. Salah satunya seperti tradisi menjelang pernikahan pada masyarakat Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.


Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini melalui metode analisis deskriptif dengan penyusunan kata-kata dari penulis yang merupakan hasil informasi dari artikel serta sumber-sumber lainnya yang berasal dari internet.


Pembahasan

Di Lubuklinggau sendiri memiliki budaya atau tradisi berupa mandi kasai saat melaksanakan pernikahan, juga sedekah rame dimana kegiatan ini merupakan gabungan dari budaya berbahasa, budaya bermasyarakat dan budaya hidup masyarakat kota lubuklinggau. Tradisi Mandi Kasai dilakukan dengan memandikan sepasang kekasih di sungai yang disaksikan oleh teman dan kerabat mereka. Tradisi ini mempunyai dua makna, pertama adalah sebagai pertanda sepasang kekasih calon pengantin akan meninggalkan masa remaja dan memasuki kehidupan berumah tangga. Makna kedua, Mandi Kasai akan membersihkan jiwa dan raga sepasang kekasih yang akan menikah. 

Jika tempat mandi kasai disungai tidak memungkinkan maka terpaksa melaksanakan mandi kasai didarat. Menyediakan drum sebagai tempat menampung air setidak nya tiga atau empat buah drum. Air diangkut dari sungai dan dimasukkan kedalam drum. Dengan bahan-bahan lain yang menjadi ke-khas-an seperti Tikar sembuhak Telasan atau bahasan mandi, pakaian pengantin setelah selesai mandi, bedak serigayu (tiga warna), benang tiga warna Mangkuk langer, berisi jeruk nipis, kayu balik angina, tiang lepas dan setawar sedingin. Mandi kasai sendiri bermakna sebagai pelindung pernikahan atau tameng penjagaan untuk pernikahan sebab sebelum dilakukannya proses mandi, pengantin diberikan berbagai macam nasehat dengan bahasa daerah melalui rejungan, pantun dan lain-lain.

Selain Mandi Kasai di Lubuklinggau sendiri memiliki satu lagi tradisi yakni sedekah rame, Sedekah Rame  atau lepung dusun adalah upacara adat yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat sumatra selatan terutama masyarakat batu urip  bertujuan untuk menolak balak dan mendatangkan rezeki. Sedekah rame biasanya dilakukan minimal dua tahun sekali, tapi bisa juga dilakukan ketika ada musibah ataupun hal yang baik seperti pembangunan jembatan, masjid, dan lain-lain. 

Sedekah  yang dilakukan sejak 350 tahun  lalu ini dibawa oleh leluhur orang linggau yang bernama Kerengak, Kriya aris, Kriya mambul dan kejogil setelah mereka pergi ke palembang untuk mempelajari kebudayaan yang terdapat disana. Kriya Mambul adalah salah satu nenek moyang yang memperkenalkan tentang Sedekah Rame dan Mandi Kasai. Para leluhur ini berhilir mudik ke Palembang untuk mempelajari kebudayaan- kebudayaan yang ada di Palembang dan pada waktu itu mulai dikembangkan di Lubuk Linggau hingga sekarang, hingga saat ini keturunan para leluhur sudah generasi ke-7. Sedekah Rame diawali dangan menyusun makanan yang dibawa oleh warga tertentu seperti pemerintah adat dan orang yang masih memiliki tali persaudaraan dengan pemerintah adat dan pemegang pusaka, contohnya:

Punjug ayam putih pucat

Punjung ayam putih kuning

Punjung ayam kumbang.

Setelah itu , di lanjutkan dengan pembacaan mantra oleh ketua adat. Setelah pembacaan selesai baru di perlihatkan benda-benda pusaka dan menyebutkan keistemewaannya. Acara selanjutnya, yaitu pelepasan Jong (kapal kecil yang terbuat dari batang pisan dan atapnya dari daun kelapa) yang berisi ; mokot mang batepang dan bubur empat bang. Dan mengakhiri upacara Sedakah Rame dengan makan bersama, pada tahap makan bersama inilah Sedekah Rame dimaksudkan dapat menjadi kegiatan mempererat silahturahmi.

Pada bulan April 2016 kemarin upacara adat sedekah rame ini kembali dilakukan melalui kegiatan JETRADA atau jejak tradisi daerah, dengan bertempatan di Batu Urip anak-anak yang berasal dari berbagai daerah lain mampu memperoleh dan mengetahui bagaimana proses sedekah rame ini.


Kesimpulan

Dari macam-macam kebudayaan dapat kita lihat bahwa nusantara memiliki satu hal yang sangat berharga yakni keanekaragaman budaya dan adat. Kebudayaan seperti upacara adat salah satu nya sedekah rame dan mandi kasai ini membuktikan bahwa masyarakat memiliki cara tersendiri untuk mempererat tali persaudaraan, bersyukur serta menolak bala. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takbir Keliling Malam Lebaran di Lempuing, Kota Bengkulu

Kegiatan Beradat Kaum Masyarakat Desa Pernyah Kabupaten Mukomuko

Kesenian Sarafal Anam Desa Kertapati Kecamatan Pagar Jati Kabupaten Bengkulu Tengah dalam Mengiringi Acara Resepsi Pernikahan