TRADISI MANGULOSI DALAM ACARA ADAT PERNIKAHAN BATAK TOBA
Penulis : LILIS SIDABARIBA (E1D021063)
PENDAHULUAN
Batak Toba dikenal sebagai suku yang sangat setia dalam melaksanakan upacara adat atau tradisi-tradisi dalam berbagai kegiatan sedari dulu. Bagi masyarakat Toba, adat adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Batak untuk mempertinggi kualitas hidup mereka dan merupakan identitas kebudayaannya Proses perkawinan dalam adat kebudayaan Batak Toba menganut hukum eksogami (perkawinan di luar kelompok suku tertentu). Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam masyarakat Batak Toba: orang tidak mengambil isteri dari kalangan kelompok marga sendiri (namariboto), perempuan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami, dan bersifat patrilineal, dengan tujuan untuk melestarikan galur suami di dalam garis lelaki. Hak tanah, milik, nama, dan jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis laki-laki. Dalam budaya Batak ada tradisi mangulosi, yakni proses mengalungkan kain Ulos ke pundak orang lain. Dirunut dari sejarahnya, mangulosi punya makna memberi perlindungan dari segala gangguan. Tradisi mangulosi dilakukan orang yang dituakan kepada kerabat yang memiliki partuturan, kedudukan yang lebih rendah seecara adat, seperti orang tua pada anak. Dalam upacara pernikahan Batak, ada tradisi mangulosi dari tulang (Paman) kepada kedua pengantin, hal yang menunjukkan kekhasan relasi dalam keluarga Batak. Setiap jenis Ulos punya kegunaan masing-masing. Ulos bolean sunting dipakai sebagai selendang pada acara kematian. Ulos ragi hotang biasa menjadi kado pengantin, dan ulos ragi huting yang digunakan gadis Batak dengan cara dililitkan di dada, atau dikalungkan di leher oleh para orang tua yang sedang dalam perjalanan.Dalam perkembangannya, bentuk dan fungsi ulos juga makin beragam. Setiap sub-suku Batak memiliki pandangan yang tidak sepenuhnya sama tentang ulos. Maka, ulos berkembang dalam bentuk, ukuran, dan motif yang lebih kaya. Ulos juga telah lama menjadi produk budaya yang punya nilai ekonomi. persamaan yang masih kental dalam hal ulos adalah teknik tenun tangannya yang relatif tak berubah Produksi ulos pada dasarnya tak berbeda dengan tenun biasa. Yang membedakan adalah mutu bahan baku, disain dan pengerjaannya. Untuk mendapatkan los bermutu tinggi, perlu penanganan saksama mulai dari proses membuat benang hingga menjadi kain.
METODE PENULISAN
Dalam Penulisan artikel ini penulis simpulkan dari hasil wawancara berbagai narasumber. Sumber yang di dapat berdasarkan perkataan dan pendapat dan juga cerita orang-orang yang ada di desa pangguruan,kecamatan sumbul kabupaten Dairi. Penulisan artikel ini juga langsung di buat berdasarkan fakta dengan teknik pengumpulan data yaitu teknik dokumentasi yang di lakukan langsung oleh penulis. Selain itu penulis juga menggunakan metode deskriptif dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa masyarakat dengan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.
PEMBAHASAN
Mangulosi adalah acara pemberian kain tenun khas Batak yang diberi nama ulos. Kain ulos ini mempunyai makna pemberian perlindungan dari segala cuaca dan keadaan yang dipercayai oleh suku Batak. Tidak sembarang orang bisa mangulosi atau memberi ulos. Aturan yang pasti adalah Ulos hanya diberikan kepada pihak yang tingkat kekerabatannya dalam hal ini, partuturan, lebih rendah. Misalnya: dari hulahula untuk parboruan (pihak perempuan) atau dari orangtua untuk anak-anaknya atau dari haha (abang/kakak) untuk angginya (adik). Jadi kita tidak akan pernah menemukan orang Batak yang mangulosi orang tuanya sendiri atau ada seorang adik mangulosi abangnya.
Istilah “mangulosi” dalam adat Batak artinya memberi ulos, yaitu suatu bentuk pemberian restu dan kasih sayang dari orangtua kepada anak-anaknya. Dalam hal ini, kain ulos diberikan dari orang tua kepada anaknya yang hendak menikah. Dalam sejarah masyarakat Batak, kain ulos juga berperan sebagai “jembatan” bagi setiap marga untuk mengenal silsilah keturunannya. Ulos yang disematkan kepada pengantin Batak Toba ini juga menjadi simbol penerimaan, serta membawa berbagai nilai-nilai atau petuah secara turun-temurun kepada mereka yang menerimanya. Makanya, jangan heran apabila melihat banyak kain ulos dari berbagai marga yang disematkan kepada sang pengantin pada acara pernikahan adat Batak. Berbicara soal desain motif pada kain ulos, uniknya setiap marga dalam suku Batak . Mangulosi merupakan proses penyematan ulos yang dari keluarga perempuan untuk kedua pengantin. Seperti yang dibahas pada pembahasan sebelumnya bahwa mangulosi merupakan simbol dari wujud kasih sayang sipemberi ulos kepada sipenerima (yaitu kedua pengantin). Dengan menyematkan ulos kepada si pengantin dipercaya sebagai jalan menyampaikan doa yang bersih untuk kedua mempelai. Filosofi dari Ulos yang dijadikan sebagai “Selimut waktu dingin, dan perlindung di saat panas” juga merupakan fungsi nyata ulos sebagai kain namun dari hal tersebutlah diharapkan bahwa pemberian ulos ini menjadi bentuk perlindungan dalam situasi apapun. Pada proses pemberi ulos, tidak dengan hanya menyematkan ulos saja, melainkan juga memberi nasihat kepada pengantin untuk senantiasa selalu rukun, serta bahagia. Pemberian ulos yang disertai nasihat, petuah dan doa membuat prosesi mangulosi ini memberikan makna suka cita kepada pengantin, diharapkan atas suksesnya pemberkatan di Gereja, begitupula suksesnya adat yang dilaksanakan kedua belah pihak.
Mangulosi pada masa sekarang telah melalui modifikasi dengan tujuan mempersingkat proses tanpa mengurangi makna daripada proses mangulosi itu sendiri. Guna daripada modifikasi ini untuk mempersingkat waktu, dalam beberapa kegiatan pernikahan adat Batak telah memodifikasi mangulosi ini dengan pemberian uang kepada para tamu undangan. Dahulu semua keluarga, kerabat dan tamu undangan menggunakan ulos untuk dijadikan hadiah pengantin sebagai wujud suka cita sehingga kemudian bisa menjadi berates-ratus lapis ulos, namun saat ini kegiatan mangulosi dibatasi dan diganti dengan material lain seperti uang. Dimana pemberian ulos/mangulosi hanya ditujukan kepada keluarga saja.Proses adat mangulosi ini dimulai dengan pemberian ulos oleh orang tua mempelai parboru kepada pengantin serta diberikan nasihat-nasihat dan doa-doa pernikahan. Dengan diiringi gondang Batak, mereka menari tor-tor sebelum pemberian ulos ini, menjadi pertanda bahwa Ulos pada saat mangulosi disematkan doa dengan penuh gembira.Awal pemberian ulos dari acara mangulosi diberikan oleh orang tua dan atau mewakili orang tua yaitu hula-hula. Kemudian dilanjutkan dengan mangulosi orang tua dari pihak paranak. Sebagai wujud dititipkannya lah mempelai wanita kepada mereka, agar senentiasa diberikan kasih sayang dan perlindungan juga sebagai wujud penghormatan.Lalu setelah itu diikuti proses pemberian ulos kepada pengantin dari Bapak Uda Na (pamannya) beserta isteri (inang uda na) dengan umpasa-umpasa atau doa-doa yang sama baiknya. Kedua proses ulos ini adalah pemeberian ulos yang sangat penting karena pemberian ulos ini diberikan oleh keluarga yang terdekat dengan pengantin perempuan.Mangulosi dari keluarga inti telah disematkan, dengan pada posisi duduk yang masih tetap sama Gondang Batak kembali dimainkan, kemudian berlanjutlah dengan proses mangulosi selanjutnya dari pihak marga yang berkaitan dengan keluarga inti. Yaitu Keluarga dari istri abang.Setelah proses adat ini, keluarga inti dari pihak parboru yaitu yang memberikan ulos pertama dan kedua diberikan uang oleh keluarga inti tersebut yang mana merupakan uang sisa sinamot dimana semua keluarga inti memberi uang sambil menari Tortor.
Makna dari manulosi ini agar yang pemberian ulos merasakan kebahagiaan yang sama dengan keluarga inti.
Selanjutnya ulos diberikan oleh marga-marga lain yang berhubungan dengan keluarga. Yaitu keluarga dari marga yang berkaitan dengan si parboru seperti marga opung boru na (opung perempuannya), suami dari kakak atau adik perempuannya, amang boru na (marga dari suami tantenya), dan proses tersebut terus berlangsung berulang-ulang dengan cara yang sama.Kemudian terakhir di tutup dengan keluarga Tulang Na (paman dari keluarga ibu pengantin perempuan).Hal tersebut berbeda karena dalam adat Batak Tulang adalah yang paling dihormati dan disayangi sehingga jumlah uang dan diberkan haruslah lebih besar jumlahnya dari yang jumlah yang lain sebagi wujud martabat keluarga perempuan. Setelah proses mangulosi tersebut, pengantin digiring mengitari tempat pesta sebanyak tiga kali putaran dengan keadaan ulos membelit tubuh keduanya dan ujung ulosnya ditarik oleh keluarga pihak paranak dan kemudian pada putaran terakhir pengantin diarak ke kursi pelaminan. Sambil menari tortor dan diiringi Gondang Batak sebagai wujud kegembiraan bahwa parboru telah menjadi milik paranak dan diterima dengan senang hati. Dan jadilah pasangan pengantin menjadi pasangan Batak yang lengkap dan diakui secara adat.
PENUTUP
Kesimpulan
Melalui pengamatan penulis menyimpulkan bahwa kebudayaan dan kearifan lokal itu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat terutama masyarakat pedesaan.Ini menjadi ciri khas dari negara Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki suku,budaya dan kearifan lokal terbanyak di dunia. Suku Batak Toba memiliki pemahaman bahwa roh leluhur masih ada di sekitar mereka, meyakini roh akan mengawasi dan tetap menyertai keturunannya. Kepercayaan ini terpatri hingga saat ini bagi mereka yang memegang teguh budaya habatakon.Upacara tradisi Batak ini kelihatan unik dan rumit tetapi sarat makna menimbulkan rasa keakraban yang muncul dari setiap ritualnya , Sehingga tak heran jika orang-orang Batak yang masih memegang adat akan selalu mengenal keluarga dan saling menghormati dan menyayangi satu dengan yang lainnya.
Saran
Setelah kita mengetahui bahwa negara Indonesia memiliki banyak suku dan budaya dengan keunikan masing masing maka kita sebagai generasi penerus bangsa wajib ikut serta dalam melestarikan kebudayaan ini agar tidak punah dan di rebut oleh bangsa lain. Dengan cara mulai mencintai produk dalam negeri dan meninggalkan kebiasaan buruk dari bangsa-bangsa luar.
Komentar
Posting Komentar